tatkala diri berada di sebuah persimpangan
 dalam pilihan yg sungguh menyulitkan
 meraih matahari dan seluruh pesona cahayanya
 meski harus berderai peluh dan air mata
 ataukah mendekap sang rembulan dan kebersahajaannya
 yg mendekat dan menawarkan sejuta penawar rasa?
 
 lantas sebuah ruang kecil dalam hati pun berbisik
 kenapa harus memaksakan diri meraih matahari?
 jika sejak awal ia telah mulai menarik diri.
 tidakkah kesederhanaan, ketulusan cahaya rembulan memikatmu wahai kawan?
 masihkah pesona semu sang matahari melenakanmu dari kesejatian bakti sang rembulan?
 
 namun, siapkah diri untuk terluka
 manakala mimpi yg terbangun dengan begitu indahnya
 hancur tercabik begitu saja
 mampukah diri bangkit dari ketakberdayaan yang begitu memilukan
 dan menghadirkan pesona pelangi di pekatnya senja?
 ah entahlah
 biarlah Ia yg nanti kan berbicara
 dan kala saat itu tiba, semoga tak kan ada lg nestapa
Post a Comment